PRO KONTRA: Kritik Rocky Gerung untuk Jokowi
Senin, 07 Agustus 2023
|
Presiden Jokowi dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto./Instagram @prabowo
Sekretariat Bersama (Sekber) Prabowo-Jokowi 2024-2029 menggugat aturan syarat pencalonan presiden dan wakil presiden yang terkandung dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke MK. Mereka menyoalkan Pasal 169 huruf n UU Pemilu yang berbunyi:
"Persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah: (n) belum pernah menjabat sebagai presiden atau wakil presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama". [1].
Pihak Sekber melihat bahwa Frasa "selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama" dianggap tidak tegas dan dirasa akan menimbulkan keragu-raguan serta ketidakpastian hukum. Sehingga, pemohon bertanya apakah presiden dua periode bisa menjadi cawapres atau tidak.
"Pemohon membutuhkan kepastian apakah presiden yang telah menjabat dua periode dapat maju lagi tetapi sebagai wakil presiden," demikian dikutip dari berkas permohonan yang diunggah laman resmi MK RI.
Baca Juga SBY Menduga Pilpres 2024 Tidak Adil dan Tidak Jujur, Disindir PDIP
Pasal 169 huruf n UU Pemilu diklaim pemohon memberikan keraguan terhadap Pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945 yang bunyinya:
"Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan".
Hal tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945 soal kepastian hukum yang adil, serta Pasal 28D Ayat (3) konstitusi tentang hak warga negara memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. Sehingga Sekber Prabowo-Jokowi meminta MK:
Alasan Sekber Prabowo-Jokowi Gugat Aturan ke MK
Menurut Ghea Giasty selaku Ketua Koordinator Sekber Prabowo-Jokowi 2024-2029, permohonan uji materi yang dilayangkan pihaknya, menyoal dua perkara penting.
Baca Juga Polemik Nadiem Makarim Usai Sebut Shadow Organization di Kemendikbud, Lelah dengan ASN?
Pertama, frasa "atau" dalam Pasal 169 huruf n UU Pemilu dirasa memisahkan antara posisi presiden dengan wakil presiden. Hal tersebut berbanding terbalik dengan Pasal 7 UUD 1945 yang memakai frasa "dan", sehingga dapat dimaknai bahwa posisi presiden dan wakil presiden satu paket.
"Hal ini membuktikan bahwa Pasal 169 huruf n ini bertentangan dengan konstitusi kita," kata Ghea pada 27 September 2022.
Pokok kedua, menurutnya Pasal 169 huruf n seolah-olah menyatakan bahwa sebelum maupun sesudah 5 tahun, bisa saja seseorang mendaftar sebagai calon presiden maupun calon wakil presiden.
Sementara, Pasal 7 UUD 1945 mengharuskan seorang presiden atau wakil presiden menyelesaikan jabatannya selama 5 tahun, barulah boleh mendaftar lagi sebagai capres atau cawapres. Ghea berharap, melalui uji materi ini MK dapat memberikan kepastian soal syarat pencalonan presiden dan wakil presiden.
"(Supaya) ada kepastian hukumnya, jadi agar tidak terus menerus timbul kontroversi," ucap Ghea.
Berita Terbaru |
PRO KONTRA: Kritik Rocky Gerung untuk Jokowi
Senin, 07 Agustus 2023
|
Prabowo Subianto Didukung PKB Capres 2024: Tambahan Kekuatan
Senin, 31 Juli 2023
|
Pilpres 2024: Keberlanjutan Ganjar, Prabowo atau Perubahan Anies?
Senin, 24 Juli 2023
|
PRO KONTRA: RUU Kesehatan Disahkan?
Senin, 17 Juli 2023
|
Prabowo Subianto Temui Cak Imin, Soal Pilpres 2024?
Senin, 10 Juli 2023
|
Dito Ariotedjo Diperiksa Kejagung Sebagai Saksi Kasus Korupsi di Kominfo
Selasa, 04 Juli 2023
|
PRO KONTRA: SBY buat Buku Tentang Pilpres 2024 dan Cawe-cawe?
Jumat, 30 Juni 2023
|
PRO KONTRA: Wacana Kaesang Maju jadi Cawalkot Depok
Rabu, 28 Juni 2023
|
Ada Upaya Anies Baswedan ‘Dijegal’ KPK Jelang Pilpres 2024?
Senin, 26 Juni 2023
|