![]() |
PRO KONTRA: Kritik Rocky Gerung untuk Jokowi
Senin, 07 Agustus 2023
|
Ilustrasi. Presidential Threshold Penyebab Polarisasi Politik?./Pixabay Wokandapix
Diketahui bahwa saat ini terdapat beberapa pihak yang melihat jika politik di Indonesia terdapat polarisasi. Menurut Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Muhammadiyah, polarisasi politik terjadi karena aturan ambang batas pencalonan presiden (capres) dalam kontestasi pilpres.
"Penyebab polarisasi terindikasikan akibat sistem salah kaprah ambang batas pencalonan presiden (presidential nomination threshold)," kata Ketua LHKP Muhammadiyah, Agus HS Reksoprodjo, dikutip dari CNN Indonesia [1], 19 September 2022.
Menurutnya, aturan presidential threshold menyebabkan praktik politik transaksional dan oligarkis. Tak hanya itu, presidential threshold dijelaskan olehnya bahwa hal itu menutup kesempatan masyarakat luas untuk menjadi kandidat secara setara dan adil.
Baca Juga Alasan di Balik Presidential Threshold Parpol Harus 20 Persen, Ini Sebabnya
Padahal, Agus berpandangan jika seluruh pihak bersepakat untuk memberikan kesempatan yang adil untuk rakyat dengan tujuan menghadirkan calon yang beragam dan terhindar dari politik pecah belah. Adapun jika polarisasi politik terus terjadi, Indonesia dimungkinkan alami kemunduran demokrasi.
Sehingga LHKP Muhammadiyah mendukung agar presidential threshold dihapus dan mendesak para partai polirik memberikan pilihan pasangan capres dan cawapres yang beragam, sehingga tidak mengalami benturan di kalangan masyarakat.
Baca Juga Jelang Pemilu 2024, Masih Terdapat Narasi Cebong-Kampret dan Politik Identitas
"LHKP Muhammadiyah mendukung penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan mendesak partai politik untuk memberikan pilihan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang lebih beragam serta tidak menimbulkan benturan di masyarakat melalui antitesis 2 pasangan calon seperti halnya Pemilu 2014 dan Pemilu 2019," tuturnya.
Terlebih lagi, Agus berharap untuk saat ini, Pemilu serentak dan Pilkada serentak yang berlangsung pada 2024, bisa berjalan lancar dan lebih bermartabat. Sehingga perlunya penguatan nilai karakter dan integritas untuk para calon pemimpin nasional.
Terlebih lagi, ia menjelaskan bahwa tahapan pemilu 2024, harus berjalan sesuai dengan nilai-nilai demokrasi dan terlaksana sesuai dengan tata kelola pemilu. "Yang mampu menghasilkan kepemimpinan yang kuat dan visioner, dengan menempatkan kepentingan bangsa sendiri sebagai nilai utama bagi jalannya pemerintahan," ucap Agus.
Berita Terbaru |
![]() |
PRO KONTRA: Kritik Rocky Gerung untuk Jokowi
Senin, 07 Agustus 2023
|
![]() |
Prabowo Subianto Didukung PKB Capres 2024: Tambahan Kekuatan
Senin, 31 Juli 2023
|
![]() |
Pilpres 2024: Keberlanjutan Ganjar, Prabowo atau Perubahan Anies?
Senin, 24 Juli 2023
|
![]() |
PRO KONTRA: RUU Kesehatan Disahkan?
Senin, 17 Juli 2023
|
![]() |
Prabowo Subianto Temui Cak Imin, Soal Pilpres 2024?
Senin, 10 Juli 2023
|
![]() |
Dito Ariotedjo Diperiksa Kejagung Sebagai Saksi Kasus Korupsi di Kominfo
Selasa, 04 Juli 2023
|
![]() |
PRO KONTRA: SBY buat Buku Tentang Pilpres 2024 dan Cawe-cawe?
Jumat, 30 Juni 2023
|
![]() |
PRO KONTRA: Wacana Kaesang Maju jadi Cawalkot Depok
Rabu, 28 Juni 2023
|
![]() |
Ada Upaya Anies Baswedan ‘Dijegal’ KPK Jelang Pilpres 2024?
Senin, 26 Juni 2023
|